Langsung ke konten utama

Mestinya Ada Solusi, Jika Menyetop Gelondong


Rakyat Kabupaten Sumbawa Barat, seperti juga sebagian saudara tuanya di Kabupaten Sumbawa  telah  berprofesi mengolah batu mengandung emas untuk menjawab kebutuhan hidupnya.
Hampir setiap hari, warga di Sumbawa Barat yang menggantungkan nasibnya berprofesi sebagai pemburu batu bulaeng itu menaiki bukit, menuruni lembah untuk mencari biji batu mengandung emas. Mereka rela meninggalkan anak istri demi jalan hidup yang dipilih.
Setelah seharian  memburu batu yang belum tentu mengandung emas itu, biji batu itu lalu dilebur dan diproses di mesin gelondongan. Apakah batu itu mengandung biji emas atau tidak, masih menjadi teka-teki alias gambling.
Hampir semua bukit dan gunung telah didatangi warga untuk memastikan materialnya apakah mengandung emas atau tidak. Berbekal linggis, betel dan martil, mereka mengunjungi medan terjal dan ekstrim serta beresiko. Salah bertindak, nyawa melayang.
Kalau saja ada  pekerjaan yang lebih baik dari memburu biji emas di Sumbawa Barat hampir dipastikan pekerjaan itu akan ditinggalkan. Namun, hingga kini kesejahteraan yang dijanji-janjikan masih dalam mimpi. Untung saja ada biji emas, menjadi pelipur lara mereka untuk tidak menghalalkan berbagai cara untuk bertahan hidup di tengah kesulitan ini.
Para pemburu biji emas ini rata-rata berlatar belakang miskin, sengsara dan terpaksa melakukan aktivitas di tengah iming-iming gemerlap bulaeng.
Aktivitas mereka ini ditangkap oleh kalangan  pemodal untuk membangun mesin gelondongan. Dalam kurun waktu yang tidak lama, di berbagai tempat  bermunculan puluhan gelondong. Ada yang memilih dibangun di tempat tinggalnya, di pemukiman penduduk, bahkan di pinggir sungai. Sanitasi ada yang  cukup aman, tetapi ada yang urak-urakan. Mereka hidup dari para pemburu biji emas.
Hingga kini belum ada standar atau paling tidak pilot project milik pemerintah terkait pembangunan mesin gelondong yang ramah lingkungan seperti  pengolahan biji emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara di Batu Hijau. Walaupun limbah bebatuan PTNNT di buang ke laut tetap dikatagorikan aman bagi lingkungan. Mestinya, pemerintah memberi solusi terhadap  jalan keluar kehidupan masyarakat ini. Bukan mengancam menyetop belaka tanpa ada solusi. Sebab, berprilaku seperti itu sama dengan membunuh kreatifitas dan ikhtiar rakyat. Kalau PTNNT sendiri legal dan aman beroperasi karena sistemnya dianggap aman. Lalu mengapa  mesin  gelondongan pun  tidak  diteliti  agar aman dan ramah lingkungan.
Alasan keselamatan lingkungan semua orang sudah mafhum. Siapa sih yang tidak peduli dengan lingkungan. Namun, sekali lagi persoalan solusi kehidupan di sini belum ada yang lebih baik. Kalau saja, ada pekerjaan pengganti, jangankan  membangun gelondong bermimpi pun tidak akan pernah.
Terus terang, upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran hingga kini masih sebatas konsep dan MoU dengan universitas. Kalau saja mereka telah  sejahtera, tanpa dilarang pun mereka akan berhenti sendiri. Mestinya, pemerintah sedikit bijak bukannya menyetop gelondongan, tetapi perlu menertibkan agar  aktivitas itu tidak membahayakan lingkungan hingga mereka telah disejahterakan oleh pemerintah. [*]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Taliwang Tempo Dulu

N ama Taliwang sudah sangat dikenal sejak zaman majapahit dan tercatat dalam kitab Mpu Prapantja tahun 1365. Nama Taliwang juga diabadikan oleh Pemerintah Republik sebagai nama kapal, Kapal Republik Indonesia atau KRI TALIWANG, sebagai sarana perhubungan pertama yang menghubungkan Merak dan Panjang, pada tahun 1953. Kapal Cargo ini dibuat oleh Belanda pada tahun 1946. Kemudian diberi nama TALIWANG, dioperasikan oleh Koninklijke Paketvaart Mij – berbendera Belanda. (IMO 5351284). Pada Tahun 1953 kapal ini dijual ke Pemerintah Republik Indonesia, sehingga berbendera Indonesia, dengan tetap bernama TALIWANG. “De Taliwang”, kapal cargo Belanda saat bersandar di dermaga pulau buru, Maluku. (1949) Photo: C.J. (Cees) Taillie, Koleksi Tropenmuseum, Belanda. Kapal S.S. Van Heemskerk dari KPM di Teluk Taliwang (1920) Photo: Koleksi Tropenmuseum, Belanda. Pemandangan Pantai di Taliwang (1900-1920) Photo: Koleksi Tropenmuseum, Belanda. Kuda di pantai, Sumbawa (1900-1940) Photo:

Mengaku Nyaman Usai Disuntik, Kapolres Sumbawa Ajak Masyarakat Tidak Takut Divaksin

Mengaku Nyaman Usai Disuntik, Kapolres Sumbawa Ajak Masyarakat Tidak Takut Divaksin : Sumbawa, KOBAR – Kapolres Sumbawa, AKBP Widy Saputra SIK, menjadi salah seorang yang disuntik vaksin Covid-19 tahap pertama di Kabupaten Sumbawa, Selasa, (2/2). Sesaat setelah disuntik vaksin Sinovac. Kepada awak media, ia mengaku senang telah mendapatkan vaksin Covid-19. Menurutnya, setelah dirinya disuntik, serasa mendapatkan vitamin tambahan di dalam tubuhnya. “Saya

Gerbang Tambang Amman Mineral Kembali Dibuka Seperti Sebelum Covid-19

Gerbang Tambang Amman Mineral Kembali Dibuka Seperti Sebelum Covid-19 Maluk, KOBARKSB.com – Gerbang wilayah kerja Tambang Batu Hijau dan Elang yang dikelola oleh PT... Copyright © PT Media Arus Tengah Anorawi. All rights reserved.