Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih menjadi primadona bagi para pencari kerja di daerah ini. Hal ini selain karena kurangnya lapangan kerja dan lambatnya pertumbuhan investasi, juga karena jaminan kesejahteraan bagi PNS lebih baik, walau beban kerjanya tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima.
Kita semua tahu beban kerja PNS hampir di semua instansi tidak terlalu berat. Biasanya PNS sibuk di pagi hari hingga sekitar pukul 10.00. Selebihnya nongkrong, main game atau meninggalkan tempat kerja dengan alasan menjemput anak sekolah atau pulang makan di rumah. Menjelang sore, PNS kembali ke kantor untuk mengisi daftar hadir pulang. Itu kondisi umumnya, namun tak dapat disangkal ada juga PNS yang bekerja sungguh-sungguh, disiplin, tidak banyak menuntut dan setia.
Selain gaji dan tunjangan-tunjangan, PNS juga sering kebagian honor-honor kegiatan atau proyek-proyek. Yang lebih menggiurkan adalah perjalanan dinas. Untuk perjalanan dinas, bisa disiasati dengan menerima uang jalan tiga sampai empat hari, tapi perjalanan dilakukan satu atau dua hari saja. Dengan demikian, kelebihan anggaran perjalanan dinas masuk kantong.
Di Sumbawa Barat, selain pengusaha dan pegawai Newmont, hanya PNS yang bisa membangun rumah mewah, memiliki mobil mewah, bahkan ada yang memiliki ruko. Semua harta kekayaan yang dimiliki, jelas bukan dikumpul dari gaji secara murni. Selain meminjam di bank, PNS bisa mendapat tambahan penghasilan dari honor-honor kegiatan, perjalanan dinas yang dipersingkat. Bahkan dalam banyak kasus, sebagaimana kerap diwartakan media massa, ada perjalanan dinas fiktif, kwitansi fiktif dan dugaan penyelewengan lainnya.
Maka tidak heran, orang berebut menjadi PNS supaya dapat memperbaiki hidupnya secara ekonomi, selain mendapat pensiunan di hari tua. Sehingga, di saat pemerintah mewacanakan moratorium PNS, banyak sarjana yang kebakaran jenggot.
Dengan kebijakan pemerintah mengangkat tenaga honor menjadi PNS, banyak pejabat bahkan anggota DPRD berlomba-lomba memasukkan sanak keluarga, sahabat kenalan sebagai tenaga honor. Harapannya jelas, suatu saat, biasanya tiga tahun honor sudah masuk data base dan bisa diproses untuk pengangkatan menjadi PNS. Praktik seperti ini dipandang biasa alias lazim di dunia birokrat.
Menjadi PNS sejatinya adalah profesi yang sangat mulia. Namanya saja abdi negara. Mereka yang berkecimpung dalam profesi ini idealnya adalah orang-orang pilihan yang siap membaktikan diri kepada bangsa dan negara dengan segenap tenaga dan pikirannya.
Namun sayang, stigma yang dilekatkan kepada PNS selama ini kenyataannya lebih banyak negatif ketimbang positifnya. Selama ini, profesi PNS lebih sering dicitrakan dengan malas dan tidak produktif dengan indikator kinerja yang tidak jelas.
Karena model penerimaan yang dibangun secara amburadul, maka jangan heran jika dalam pengabdiannya, PNS terkadang mengkhianati rakyat dengan tindakan korup. Muncullah isu rekening gendut bagi PNS dan berbagai dugaan penyelewengan lainnya.
Dengan kondisi ini, menjadi PNS memang dibutuhkan integritas dan mental rela berkorban dan rela hidup sederhana. Loyalitas dan militansi terhadap kepentingan negara dan rakyat secara umum harus menjadi misi utama jika hendak menjadi abdi bagi negara.
Maka, jika ingin kaya, jangan menjadi PNS, karena kekayaan hanya milik pebisnis atau pengusaha.
Kembali ke soal PNS sebagai Primadona, pertanyaan besarnya adalah sampai kapankah PNS menjadi primadona ?
Status Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah ini masih merupakan status sosial yang sangat membanggakan. Status sosial yang membanggakan ini merupakan pilihan pekerjaan yang istimewa, bahkan sebagai primadona. Maka setiap waktu kehadirannya akan sangat ditunggu-tunggu.
Beberapa variabel yang menjadi penyebab mengapa PNS masih menjadi sektor yang sangat menjanjikan, diantaranya, karena memberikan kepastian akan kesejahteraan dan jaminan hari tua. Oleh karena itu, masuk akal kalau musim penerimaan CPNS ibaratnya adalah ‘musim semi’ yang paling dinanti-nantikan oleh para pencari kerja.
Kita harus sepakat bahwa pandangan terhadap dan memposisikan PNS sebagai sektor primadona harus segera ditinggalkan. Pemerintah, kita harapkan lebih giat lagi mendesain program di sektor ekonomi kecil dan menengah, sehingga akan terjadi penyerapan tenaga kerja di masyarakat. Semoga. [*]
Komentar
Posting Komentar