Desakan Berbagai kalangan di Kabupaten Sumbawa kepada PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) untuk membangun fasilitas proses di blok Elang, Sumbawa. Dan tidak melakukan proses produksi di Batu Hijau, Sumbawa Barat, semakin mencuat. Bahkan Rencana pembangunan infrastruktur jalan sepanjang 60 km yang menghubungkan antara Batu Hijau Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dengan Kecamatan Lunyuk Kabupaten Sumbawa ditolak oleh anggota Pansus RTRW DPRD Kabupaten Sumbawa.
Wakil Ketua Pansus, Fitra Rhino, menganggap jalan tersebut akan dipersiapkan untuk pengiriman material tambang dari Blok Dodo untuk dikelola di Batu Hijau, jika telah memasuki tahap operasi. Reaksi penolakan tersebut disampaikan dalam rapat sinkronisasi antara Pansus Ranperda RTRW dengan Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian dan Dinas Pertambangan Sumbawa yang digelar di ruang sidang utama DPRD Sumbawa. “Proses pengolahan material harus dilakukan di wilayah Kabupaten Sumbawa,” tegas Fitra.
Yang lebih ekstrim lagi, pernyataan Ketua Pansus, Jamaluddin Afifi, meminta Pemkab Sumbawa untuk lebih tegas terkait persoalan ini. “Jika PTNNT tidak mau membangun fasilitas proses di Sumbawa, lebih baik hengkang dari Sumbawa,” tandas Jeff, sapaan akrab Jamaluddin Afifi. Demikian diberitakan oleh berbagai media Sumbawa, Senin (9/4).
Untuk diketahui, PT Newmont Nusa Tenggara kini masih dalam tahap ekspolasi di blok Elang, Sumbawa. Eksplorasi cadangan emas dan tembaga di Blok Elang merupakan eksplorasi lanjutan. Sebelumnya tahun 2005 eksplorasi di Blok Elang itu sempat terhenti menyusul pembakaran kamp eksplorasi Newmont oleh warga setempat. Eksplorasi lanjutan itu dapat dilakukan setelah PT Newmont Nusa Tenggara mengantongi izin dari Pemerintah Indonesia pada November 2010. Izin tersebut mencakup kawasan hutan seluas 25.000 hektar dengan jangka waktu 20 tahun. Dari eksplorasi di Blok Elang tersebut terdapat 116 lubang dengan jarak masing-masing 200 meter. Newmont akan mengebor lubang dengan jarak lebih dekat antara 50 sampai 75 meter. “Potensi cadangan emas dan tembaga di Blok Elang, Sumbawa, lebih besar dibanding potensi cadangan emas dan tembaga di Batu Hijau, Sumbawa Barat,” demikian ungkap Presiden Direktur PT NNT, Martiono Hadianto, kepada media beberapa waktu lalu.
Sementara, kini Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat sedang disibukkan dengan urusan tailing Newmont. Yang mana Gugatan Tata Usaha Negara yang diajukan oleh Walhi dan Gema Alam NTB bersama dengan Koalisi Pulihkan Indonesia yang terdiri dari KIARA, Ut Omnes Unum Sint Institute, JATAM, LBH Jakarta, ELSAM, PIL-Net, ICEL dan LBH Masyarakat. Dengan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat sebagai penggugat intervensi, telah dikalahkan dalam Putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim PTUN Jakarta, Selasa (3/4).
Tailing adalah lumpur yang tersisa dari pengolahan tembaga dan emas di PTNNT. Tailing merupakan bagian yang tersisa dari batuan yang telah digerus sampai halus dan diambil kandungan mineral berharganya. PTNNT menerapkan sistem Penempatan Tailing Laut Dalam/Deep-Sea Tailing Placement (DSTP) untuk menempatkan tailing di dasar laut dalam, di bawah zona laut yang produktif secara biologis. Pipa tailing memanjang di dasar laut sepanjang 3,4 km. Pipa ini merupakan sambungan dari pipa tailing di darat, dari lokasi penambangan Batu Hijau, yang memiliki panjang 6 km. Dari 125 meter di bawah permukaan laut, tailing akan disemburkan ke kedalaman 4.000 meter ke ngarai Senunu. Setiap hari pipa ini rata-rata mengalirkan 120 ribu ton tailing atau limbah tambang. Demikian paparan pihak Newmont selama ini kepada media.
Padahal seperti diketahui, beberapa tambang besar di luar negeri, sebagian besar menempatkan tailing (limbah,red)-nya di darat. Bahkan Newmont di Boddington, Australia Barat, membuang tailingnya di darat. Lantas mengapa PT Newmont Nusa Tenggara ngotot menempatkan tailingnya di dasar laut?
Kami sengaja membuat tulisan ini, untuk menyentuh hati kita semua, terutama bangsa serumpun, “Tau Samawa”, yang kini perut buminya sedang dieksploitasi. Harusnya kita sadar bahwa selama ini, kita selalu direpotkan oleh keberadaan tambang emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara. Mulai dari persoalan ruwet tenaga kerja, polemik Dana CSR, tarik ulur divestasi saham Newmont yang tak kunjung kelar. Dan masih banyak lagi persoalan sosial dan lingkungan selama masa operasi PTNNT di Batu Hijau dan eksplorasi di Elang. Bahkan pasca operasi pun, anak cucu kita akan tetap direpotkan oleh perusahaan tambang ini. Walhasil, PT Newmont Nusa Tenggara menjadi dilema “Tau Samawa”, generasi kini dan generasi mendatang.
Kalau kita sadar dengan kondisi ini, kenapa kita (Tau Samawa,red) tidak bersatu padu, bak pepatah “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”!. Kenapa Pemerintah Sumbawa dan Sumbawa Barat tidak selalu duduk semeja memecahkan semua persoalan Newmont?. Apakah tidak bisa DPRD Sumbawa dan DPRD Sumbawa Barat duduk mesra mengatasi petaka tambang ini?. Tidak perlulah kita bahas, apakah Warga Sumbawa Barat berkenan daerahnya hanya dijadikan tempat tailing Newmont. Wallahua’lam. [*]
Komentar
Posting Komentar