Delapan tahun berlalu setelah memisahkan diri dari Kabupaten Sumbawa, kemiskinan dan pengangguran masih membelit ribuan warga Sumbawa Barat.
Kegiatan bursa kerja yang setiap tahun digelar Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbawa Barat, dengan mempertemukan lulusan sekolah dengan industri, belum signifikan mengurangi jumlah penganggur di bumi pariri lema bariri ini.
Idealnya persentase penganggur di Sumbawa Barat ada pada angka moderat, yaitu 10 persen atau kurang dari 5.000 orang, menimbang potensi yang dimiliki KSB. Namun, kondisi ideal itu tidak juga terjadi karena rendahnya kualitas investasi di Sumbawa Barat. Akibatnya, penyerapan tenaga kerja tidak optimal. Mandeknya beberapa investasi yang masuk ke Sumbawa Barat, semakin memperparah kondisi lapangan pekerjaan yang ada. Sehingga jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya.
Padahal, pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah – masalah sosial lainnya.
Parahnya lagi, beberapa lowongan kerja di Subkont PT. Newmont Nusa Tenggara yang sepantasnya layak ditempati oleh tenaga kerja lokal. Tetapi selalu dengan alasan klasik “kompetensi spesifik yang tidak dimiliki tenaga kerja lokal” menutup peluang angkatan kerja lokal.
Andai, pariwisata Sumbawa Barat yang berpotensi menyerap banyak tenaga kerja tergarap optimal. Yang notabene, memiliki obyek-obyek wisata yang melimpah dan lokasinya berdekatan dengan Bali-Lombok yang merupakan tujuan utama wisata domestik dan dunia. Apabila itu terjadi, satu hotel yang beroperasi selama 24 jam melayani wisatawan pasti membutuhkan banyak tenaga kerja. Belum lagi tumbuhnya usaha informal masyarakat sekitar.
Sebutlah, wirausaha sebagai salah satu kiat untuk mengatasi masalah pengangguran ini. Tapi, apakah semua angkatan kerja yang ada memiliki jiwa wirausaha? Apakah pemerintah daerah sudah mendukung wirausaha yang ada dan akan ada? Bagaimana dengan sulitnya usaha kecil untuk memperoleh pinjaman dari bank yang selama ini seakan tidak pernah mau membantu para usahawan yang sangat minim modal?. Belum lagi, kadang ada kebijakan pemerintah daerah yang tidak disadari justru melemahkan para wirausaha.
Kita membutuhkan solusi komprehensif untuk mengatasi persoalan serius ini. Tanpa solusi yang baik dengan melibatkan semua pihak, kesenjangan sosial di bumi pariri lema bariri ini akan terus meningkat. Pun, KSB kian menjadi daerah yang “sakit”.
Harus selalu diingat bahwa tujuan pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat, yakni menyejahterakan warganya, mesti digapai. Ribuan warga KSB yang miskin dan menganggur terus menunggu itu. [*]
Komentar
Posting Komentar